Belitung | onewsonline.com – Seorang ibu rumah tangga penderita gagal ginjal bernama Beti Agusta (32) yang merupakan warga Batu Itam, Kecamatan Sijuk, harus rutin melakukan pencucian darah setiap minggunya di rumah sakit umum yang berada di Kabupaten Belitung.
Beti telah menjalani proses pencucian darah ini selama 3 tahun sejak didiagnosis dengan penyakit gagal ginjal. Ia mengklaim bahwa kedua ginjalnya tidak berfungsi setelah menerima keterangan dari dokter.
Menurutnya, ia belum pernah melakukan pengobatan di luar Belitung. Beti pernah mencoba pengobatan alternatif, namun tidak membuahkan hasil. Jalan satu-satunya adalah cuci darah.
“Hanya berobat di Belitung saja. Pernah melakukan pengobatan kampung, namun tidak berhasil. Itulah jalan satu-satunya, cuci darah,” ujar Beti kepada wartawan (24/08/24).
Di lengan kiri, tampak bekas jahitan. Beti menjelaskan bahwa itu adalah simino yang baru selesai dipasang di Jakarta, dan akan digunakan pada tanggal 29 Agustus ini.
Sebelumnya, pencucian darah dilakukan di salah satu rumah sakit swasta di Belitung. Kini, Beti mendapat rujukan untuk melakukan pencucian darah di rumah sakit umum daerah, RSUD Marsidi Judono, Kabupaten Belitung.
Beti menjelaskan alasan rujukan ke rumah sakit daerah adalah karena masalah pelayanan administrasi jaminan kesehatan daerah Kabupaten Belitung. Rumah sakit swasta biasanya melakukan cuci darah dua kali setiap minggunya, namun kini hanya satu kali di rumah sakit umum.
“Sebelumnya biasa dua kali di rumah sakit swasta, sekarang cuma satu kali. Akibat bermasalah BPJS, jadi ini dirujuk,” jelas Beti.
Efek yang dirasakan setelah pencucian darah hanya satu kali seminggu adalah penambahan berat badan dari 60 kg menjadi 70 kg.
“Kini pasien di rumah sakit swasta tersebut semua drop. Ada yang sesak, ada yang lemas, karena hanya satu kali. Seharusnya dua kali,” ungkapnya.
Beti menjelaskan bahwa alasan dilakukannya cuci darah satu kali seminggu adalah banyaknya pasien dengan penyakit yang sama, yaitu gagal ginjal, sehingga menyebabkan keramaian dan keterbatasan tempat.
“Kalau seminggu dua kali masih bisa ke laut untuk mencari kerang. Kalau sekarang, berjalan di rumah saja sudah capek,” ungkapnya.
“Saya maunya dua kali seminggu. Semua harapan pasien pasti sama, segera buka fasilitas untuk cuci darah penderita gagal ginjal,” harapan Beti.
Selain Beti, pasien lainnya adalah Bapak Hamidin (63), warga Buluhtumbang, Kabupaten Belitung, yang mengidap penyakit yang sama selama 1 tahun terakhir dan sudah melakukan cuci darah. Pada awalnya, ia sempat menolak untuk melakukan cuci darah karena menurutnya, jika sudah dilakukan, pencucian darah harus dilakukan secara terus-menerus.
Awalnya, cuci darah dilakukan di rumah sakit umum daerah Kabupaten Belitung. Setelah melakukan cuci darah dua kali, Hamidin dirujuk ke rumah sakit swasta di Kabupaten Belitung.
Menurutnya, pada bulan Agustus 2024 ini, ia sudah setahun melakukan pencucian darah di rumah sakit swasta tersebut. Kini, beliau harus kembali melakukan pencucian darah di RSUD Marsidi Judono, Kabupaten Belitung.
“Mulai bulan Agustus ini, sudah dilakukan tiga kali, seminggu sekali,” ujar Hamidin.
Efek yang dirasakan setelah perubahan dari cuci darah dua kali menjadi satu kali seminggu adalah dirinya mengalami sesak napas dan kelelahan pada hari ke-6 setelah cuci darah.
Beliau juga menyampaikan harapan yang sama, agar rumah sakit melakukan pencucian darah sebanyak dua kali dalam seminggu.
“Saya berharap seminggu dua kali untuk melakukan pencucian darah,” ujar Hamidin.
“Saya sangat mengharapkan tempat selain rumah sakit, tapi dengan catatan dengan menggunakan BPJS,” harapnya.
Penulis: Tim Redaksi
Editor: Erwis
Copyright © Onews Online 2024